La Galigo. Nama itu mungkin masih asing bagi sebagian besar kita. Maklum, ‘makhluk’ satu ini lama tersembunyi di peti sejarah. Namun, bagi masyarakat Bugis, dan sebagian kecil peneliti dan pecinta sastra, nama ini sudah akrab di telinga. Ia merupakan salah satu warisan besar dunia yang belum terpublikasi secara luas.
La Galigo merupakan epos milik Indonesia yang tak kalah hebatnya dengan epos Mahabarata dan Ramayana dari India. Konon, inilah epos terpanjang di dunia. Sinopsisnya saja memakan 2851 halaman folio. Konon, naskah aslinya mencapai 300 ribu baris. Enam kali tebal buku Harry Potter seri ketujuh yang berjumlah 1008 halaman.
Uniknya La Galigo
Kisah La Galigo sendiri secara umum terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berkisah mengenai penciptaan langit dan bumi, asal usul kehadiran manusia, dan nenek moyang raja-raja Bugis. Bagian pertama ini dianggap sakral, sehingga tak boleh dibaca sembarang orang. Hanya kaum bangsawan saja yang diperkenankan membaca dan menyimpan naskah ini. Karena itu nggak heran, tak banyak yang bisa kita ketahui mengenai bagian pertama ini.
Sedang bagian kedua berkisah mengenai tokoh utama, Sawerigading dan putranya I La Galigo. Kedua tokoh ini sangat unik. Kenapa? Karena gambaran mengenai keduanya nggak sesuai banget dengan bayangan kita akan sosok tokoh utama dalam sebuah epos (kisah kepahlawanan).
Untuk mudahnya, coba deh ingat-ingat lagi kisah Mahabarata. Di sini tokoh utamanya adalah lima bersaudara Pandawa. Kelima tokoh ini digambarkan bijaksana, welas asih, setia pada kebenaran, dan mendahulukan kepentingan umum dari kepentingan diri sendiri. Setiap membaca epos, kita sering disuguhi sosok tokoh utama dengan karakter ini. Tapi, di La Galigo, gambaran tokoh utamanya berbalik 180 derajat. Sawerigading dan I La Galigo digambarkan nakal, manja, dan keras kepala. Apa maunya selalu ingin diturutin, kalo nggak, bakal merajuk sampe ke langit. Duuh, puyeng deh.
Tapi, itulah uniknya La Galigo. Gambaran mengenai ketidaksempuraan tokoh-tokohnya inilah yang bikin banyak peneliti jatuh cinta. Melalui kisah La Galigo, kita justru secara tak langsung belajar, bahwa manusia setinggi apapun status kebangsawanannya tetaplah manusia biasa. Mereka juga punya kelemahan. Ini membuat, kita merasa tak berjarak dengan tokoh-tokohnya. Menurut Nirwan Ahmad Arsuka, kurator Bentara Budaya Jakarta, kisah La Galigo jauh melampaui zamannya. Maksudnya, di saat epos-epos yang ada lebih banyak bercerita tentang kehebatan seorang tokoh utama, La Galigo justru menempatkan tokohnya sebagai manusia yang teramat sangat biasa meskipun mereka adalah anak cucu para dewa. Tokoh-tokoh La Galigo dilahirkan dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada. Bukankah penggambaran tokoh utama dengan model begini lebih banyak kita temui di zaman sekarang? Nah, itulah yang dimaksudkan dengan, kisah La Galigo ditulis jauh melampaui zamannya.
Kelahiran La Galigo
Bila memang La Galigo ditulis jauh melampaui zamannya, lalu kapankan karya sastra ini lahir? Tak diketahui pasti sih. Ada dugaan karya ini muncul pada awal-awal abad masehi. Kisah ini kemudian hidup dan berkembang di tengah masyarakat Sulawesi, Kalimantan dan Semenanjung melayu, Kisah ini ditulis dalam bahasa Bugis kuno yang arkaik, alias bahasa yang gak lazim dipakai. Kisah ini diceritakan secara lisan maupun tulisan. Tak diketahui pasti siapa yang mengarang kisah ini. Menurut penelitian yang dilakukan terhadap karya La Galigo sendiri, besar kemungkinan ditulis oleh perempuan bangsawan. Kesimpulan ini didasarkan pada dua hal. Pertama, adanya kerancuan geografis di La Galigo. Tempat yang jauh, disebutkan dicapai hanya dalam waktu sebentar. Sementara tempat yang sebenarnya dekat, dicapai dalam waktu berbulan-bulan. Ini menandakan si pembuatnya orang yang tak tahu dunia perlayaran. Kedua, La Galigo menggambarkan secara detil upacara adat Bugis. Hal ini hanya mungkin diceritakan oleh seorang perempuan bangsawan. Hmm, kalo emang bener demikian, kaum cewek patut berbangga tuh. Karena bukan cuma cowok aja yang bisa buat epos hebat, cewek juga bisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar